Hidup kita sangat SINGKAT

Monday, April 18, 2011 0 comments

Sedarlah wahai diriku.Kehidupan dunia yang telah engkau kejar selama ini hanya berguna jika engkau gunakan untuk agamaMU.Sedarkah engkau ya umat.tidak kah engkau melihat mereka yang telah meniggal dunia.bukan kah mereka tidak mampu lagi untuk bertaubat.apabila di siksa dikubur.anda tidak mampu lagi untuk bertaubat.jangan terlambat wahai umat.jangan terlambat.jangan terlambat.jadilah orang yang berfikir.Apabila telah berbaring anda tanpa ROH,di masa itu baru anda hendak sedar?jangan terlambat wahai umat


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُواآيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ 

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” [Saad: 29]

Rasulullah membaca Al Quran seakan akan beliau melihat sebuah bayangan bayangan. Jika bayangan itu menampilkan ayat ayat syurga, Rasulullah memohon syurga kepada Allah. Jika terbaca ayat ayat pedihnya siksa neraka, Rasulullah memohon ampun dan memohon perlindungan kepada Allah.

Hudzaifah menuturkan: “……Apabila Nabi terbaca ayat yang mengandungi makna bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan apabila terbaca ayat yang mengandung do`a, maka beliau berdo`a, dan apabila terbaca ayat yang bermakna meminta perlindungan (kepada Allah) beliau memohon perlindungan”. [HR. Muslim]
Read more »

Membaca Dengan Tartil

0 comments

Kita sering mendengar orang mengaji dengan irama yang cepat, seakan akan hendak menamatkan seluruh juz dalam satu waktu.Padahal, dalam etika membaca Al Quran yang baik, Nabi memerintahkan kita untuk membacanya secara tartil/ perlahan lahan. Kerana dalam tartil itulah kita dapati ketenangan serta memahami ayat ayat Allah.


Seperti dalam firman Allah SWT

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا

“ ……….. Dan Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. [QS Al Muzzammil: 4]

Ingatlah wahai umat Muhammad,bahawa segala yang anda lakukan dengan ikhlas kerana Allah.InsyAllah akan membawa manfaat kepada orang lain



Read more »

The Power Of Syahadah

Tuesday, April 12, 2011 0 comments
                                              Dr Marwa Al-Sharbini dibunuh kerana bertudung


Sahabat Nabi yang bernama Habib, berani menghadapi siksaan berupa dipotongnya tubuh dia satu persatu oleh Musailamah. Selain itu, sahabat Nabi lainnya yang bernama Bilal bin Rabah, kuat bertahan menerima siksaan berupa ditindih oleh batu besar di tengah terik matahari yang menyengat. Dan sederetan sahabat lainnya. Mereka semua disiksa hanya kerana mengatakan bahawa Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah. Mereka mempertahankan syahadatain.

Mengapa mereka bersedia dan berani mempertahankan kalimat syahadah? Ini disebabkan kerana kalimat syahadah mengandungi makna yang sangat dalam bagi mereka. Dan mereka memahami erti syahadah yang sebenarnya.

Pada dasarnya, kalimat syahadah mengandung hal-hal seperti berikut:
1. Ikrar
2. Sumpah
3. Janji

Majoriti umat Islam pada saat ini hanya memahami syahadah terbatas pada ikrar saja. Mereka memahami syahadah hanya diucapkan ketika seseorang ingin masuk ke dalam agama Islam, atau hanya diucapkan ketika beribadah seperti sholat, adzan, dsb. Di luar sana, syahadah tidak ada kaitannya sama sekali dengan unsur kehidupan lainnya. Itu yang difahami oleh kebanyakan manusia saat ini.

Untuk itu mari kita lebih jauh memahami kalimat syahadah, dengan memahami kandungan yang ada di dalamnya.

Kandungan Kalimat Syahadah:


1. Ikrar (Al Iqraar) -
الاٍِْقْرَارُ

Ikrar (iqrar) iaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Ertinya, syahadah merupakan sebuah ikrar tentang Laa ilaaha illallah. Pernyataan kalimat ini adalah pernyataan yang sangat kuat, kerana didukung sendiri oleh Allah SWT, malaikat, dan orang-orang yang berilmu (yaitu para Nabi dan orang-orang yang beriman). Sebagaimana dalam firman Allah SWT berikut ini:

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Menegakkan Keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18).

Ketika kita mengucapkan kalimat syahadah, maka kita memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang kita ikrarkan itu.

Sebenarnya, setiap manusia sudah mengikrarkan diri bahwa Allah adalah sebagai Rabbnya ketika masih dalam alam kandungan. Bahkan Allah sendiri yang meminta kesaksian tersebut dari jiwa-jiwa manusia yang akan dilahirkan ke dunia. Ini dilakukan agar di hari kiamat nanti tidak ada manusia yang mengatakan bahawa dirinya belum pernah tahu akan halnya keesaan Allah. Ini yang dinamakan dengan ikrar tentang Rububiyatullah (Allah sebagai Rabb). Namun kebanyakan manusia lupa akan hal ini. Untuk itu Allah mengingatkan kita dalam ayat sebagai berikut:

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan (Rabb)mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (keesaan Tuhan)." (QS. Al A'raf: 172)

Selain pernyataan Laa ilaha illallah, pada kalimat syahadatain juga terdapat sebuah pernyataan, berkaitan dengan pengakuan kita terhadap Nabi Muhammad SAW yang merupakan utusan Allah (Muhammadur rasulullah). Nabi-nabi sebelum nabi Muhammad pun mengikrarkan diri mengakui kerasulan Muhammad SAW meskipun mereka hidup sebelum kedatangan Muhammad SAW. Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT sebagai berikut:

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: “Sesungguhnya, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui.” Allah berfirman: “Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” (QS. Ali ‘Imran: 81).


2. Sumpah (Al-Qasam) -
الْقَسَمُ

Selain bermakna ikrar, syahadah juga bermakna sumpah. Seseorang yang bersumpah, bererti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut. Ertinya, Seorang muslim itu siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan, dan tempat orang munafik adalah neraka jahanam.

Orang munafik memiliki ciri khas, ada di antara mereka yang menyatakan syahadah dengan berlebihan, padahal mereka tidak lebih dari pendusta. Allah SWT berfirman:

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Munafiqun: 1-2)

Demikianlah orang-orang munafik. Seakan-akan beriman, tapi di sebalik itu mereka sebenarnya berpaling. Kerana saksinya berbahaya, Allah banyak menjelaskan mengenai golongan munafik ini, salah satunya dijelaskan panjang lebar pada Al Qur’an surat An Nisaa ayat 138-145.

Untuk mengetahui orang-orang yang melanggar sumpahnya (melanggar syahadah), boleh dilihat dari ciri-cirinya. Beberapa ciri mereka antara lain memberikan wala’ (kesetiaan) kepada orang-orang kafir, memperolok-olokan ayat-ayat Allah SWT, mencari kesempatan dalam kesempitan kaum muslimin, menunggu-nunggu kesalahan kaum muslimin, malas dalam shalat, dan tidak punya pendirian.

Setiap mukmin yang sumpahnya dipegang teguh, tidak akan memiliki sifat-sifat tersebut.


3. Janji (Al Miitsaaq) -
الْمِيْثَاقً

Syahadah juga bermakna janji (miitsaaq). Ertinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT, yang terkandung dalam kitabullah (Al Qur’an) mahupun Sunnah Rasul.

“Dan ingatlah kurnia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami ta'ati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu).” (QS. Al Maidah : 5)

Ketika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadah, ertinya dia telah berjanji. Dan janji ini harus diterima dengan sikap sam’na wa a tha’na (kami dengar dan kami taat). Janji ini harus didasari dengan iman yang sebenarnya, yaitu iman terhadap Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qadar baik maupun buruk. Allah SWT berfirman:

“Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya  dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeza-bezakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta'at." (Mereka berdo'a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al Baqarah: 285).

Janji harus ditepati, tidak boleh dilanggar. Pelanggaran terhadap janji ini akan memberi akibat di laknat Allah SWT. Allah SWT memberikan kita pelajaran dari kisah orang-orang Yahudi, di mana mereka merupakan kaum yang selalu melanggar perjanjian, sehingga mereka dilaknat oleh Allah SWT. Mereka adalah kebalikan dari kaum muslimin. Ketika kaum muslimin mengucapkan “kami dengar dan kami taati”, kaum Yahudi justeru mengatakan dengan lantang: “kami dengar tetapi tidak mentaati.” Hal ini Allah ingatkan dalam firman-Nya:

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi kerana kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (QS. Al Baqarah: 93).

Kaum Yahudi adalah kaum yang jahat. Perbuatan jahat yang mereka kerjakan antara lain ialah menyembah anak sapi (mensekutukan Allah), membunuh nabi-nabi dan melanggar janji.










Demikianlah kandungan dari kalimat syahadah, iaitu ikrar, sumpah, dan janji. Setiap orang yang sudah memahami dan mengamalkan syahadah dengar benar, maka bererti dia telah mengamalkan Islam dan beriman. Kerana iman merupakan dasar, dan merupakan hasil dari pemahaman syahadah yang betul.

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beriman. Amin.
Read more »

Kisah seorang anak dan seorang kuffar

0 comments




Satu ketika dahulu,penyiasat daripada golongan kuffar ingin menyerang .satu penempatan yang didiami kaum muslimin.Mereka melalui satu kawasan pinggir hutan lalu terjumpa seorang kanak-kanak lelaki sedang menangis.Mereka bertanya kepada kanak-kanak  itu "Kenapa menangis?" Jawab budak kecil itu,"saya tak dapat nak panah burung tu dgn tepat kat atas dahan tu.Macam mana saya nak tewaskan orang kafir?
Terkejut si penyiasat.Kalau ini jawapan daripada seorang kanak-kanak.apatah lagi bapanya.Jadi,mereka buat
kesimpulan.tidak lagi boleh menyerang orang Islam buat masa ini.Si penyiasat berlalu.Beberapa tahun kemudiannya.mereka terjumpa seorang remaja lelaki menangis...
Mereka bertanya,"kenapa menangis? Jawab si remaja,"saya putus cinta."
Mereka buat kesimpulan,masa ini adalah masa terbaik.Menyerang golongan muslimin 


Read more »

Muhasabah Diri

Saturday, February 12, 2011 0 comments
Orang mukmin memuhasabah dirinya tentang perlakuan yang telah dilakukannya. Kata Umar al-Khattab: “Hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung”. Dia mesti bersungguh-sungguh melakukan muhasabah itu kerana Allah Taala sentiasa melSeihat dan memerhati gerak gerinya.

Sebaliknya, seorang yang tidak beriman tidak memuhasabah diri. Dia mementingkan penampilan di hadapan manusia. Dia takutkan manusia, tetapi tidak takutkan Allah Taala. “Mereka menyembunyikan (kejahatan mereka) daripada manusia, dalam pada itu mereka tidak menyembunyikan (kejahatan mereka) daripada Allah. Padahal Allah ada bersama-sama mereka, ketika mereka merancangkan pada malam hari, kata-kata yang tidak diredhai oleh Allah. Dan (ingatlah) Allah sentiasa Meliputi PengetahuanNya akan apa yang mereka lakukan”. (Surah an-Nisa’:108).


Maksud muhasabah diri ialah seseorang itu melakukan muhasabah terhadap dirinya sendiri. Muhasabah itu bertujuan mengislah diri dan membetulkan akhlak di dunia ini. Pintu taubat sentiasa terbuka sebelum kematian menjelma. Muhasabah akan diikuti taubat, dan tiada taubat selepas mati.

Muhasabah ini bukan pada material atau perniagaan, untuk mengetahui untung dan rugi. Sebaliknya, ia bertujuan untuk mengetahui untung dan rugi seseorang insan pada usahanya mentaati Allah atau melakukan maksiat. Ia juga bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbuatan dan amalannya bertepatan dengan kehendak syarak. Jika terdapat sebarang penyelewengan atau kecuaian, maka hendaklah dia segera bertaubat, kembali kepada Allah dan membetulkan hala tuju hidupnya.

Muhasabah ini hendaklah dilakukan selepas setiap amal yang dilakukan, agar hatinya tenteram bahawa dia tidak menyeleweng dari ketetapan Allah dan sentiasa mematuhi arahan dan laranganNya.
Ibnu Qudamah berkata: “Pengertian muhasabah ialah melihat keadaan modal, keadaan keuntungan dan kerugian, agar dapat mengenalpasti sebarang penambahan dan pengurangan. Modalnya dalam konteks agama ialah perkara yang difardhukan, keuntungan ialah perkara sunat dan kerugiannya pula ialah maksiat.”

Ibnul Qaiyim pula berkata: “Muhasabah ialah membezakan antara apa yang diperolehinya dan apa yang perlu ditanggungnya. Setelah mengetahui yang demikian, maka dia hendaklah membawa apa yang diperolehinya dan melunaskan apa yang ditanggungnya. Dia seolah-olah seorang musafir yang tidak akan kembali.”Dalil-dalil yang menyuruh melakukan muhasabah diri terdapat di dalam al-Quran, hadith dan kata-kata salafusoleh.

Firman Allah Taala: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah (dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya); dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa yang ia telah sediakan (dari amal-amalnya) untuk hari esok (hari akhirat). Dan (sekali lagi diingatkan): Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat Meliputi PengetahuanNya akan segala yang kamu kerjakan”. (Surah al-Hasyr:18).

Ayat di atas memerintahkan mukminin agar bertakwa kepada Allah Taala dan sentiasa memerhati dan mengawasi amal perbuatan mereka agar tidak menyalahi perintah Allah Taala. Setiap jiwa “diarahkan oleh Allah Taala agar memerhati amalannya untuk masa depan, sama ada baik atau jahat. Arahan itu merupakan amaran bahawa amalan yang dilakukannya itu akan dihitung sama ada baik atau jahat.

Tujuan pemerhatian itu ialah agar seseorang itu membuat persediaan yang sempurna untuk menghadapi hari yang dijanjikan dan mengemukakan amalan yang boleh menyelamatkannya dari azab seksa Allah Taala serta memutihkan wajahnya di hadapan Allah Taala.

Ibnu Kathir berkata dalam menafsirkan ayat di atas: “Hitunglah diri kamu sebelum kamu dihitung dan perhatikan amalan soleh yang kamu simpan untuk dirimu pada hari yang dijanjikan dan ketika kamu dihadapkan di hadapan Tuhan kamu” Dalam hadith pula, daripada Syidad bin Aus, berkata: Sabda Rasulullah s.a.w.: “Orang yang bijak ialah orang yang menundukkan hawa nafsunya dan beramal untuk hari selepas mati. Orang yang lemah ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan sesuatu di sisi Allah” (Riwayat Ibnu Majah dan berkata: Hadith Hasan). Maksud “menundukkan hawa nafsu” ialah menghitung diri di dunia.

Daripada Umar bin al-Khattab, berkata: “Hitunglah diri kamu sebelum kamu dihitung, timbanglah amalanmu sendiri sebelum ia ditimbangkan untukmu, dan bersedialah untuk hari pembentangan amal yang besar, sesungguhnya hisab pada hari kiamat menjadi ringan bagi sesiapa yang melakukan muhasabah diri di dunia ini”.

Daripada Maimun bin Mehran: “Seseorang itu tidak bertakwa sehinggalah dia memuhasabah dirinya seperti mana dia memuhasabah rakan kongsinya … dari manakah makanan dan minumannya”.
Ibnul Qaiyim berkata: “Sesiapa yang tidak memuhasabah dirinya di dunia, maka dia berada di dalam kelalaian”.

Al-Hasan berkata: “Sesungguhnya seseorang hamba itu dalam keadaan baik selama mana dia mempunyai penasihat dalam dirinya dan muhasabah menjadi perkara yang penting baginya”.
Umar menulis kepada Abu Musa al-Asyari: “Hitunglah dirimu dalam keadaan selesa ini sebelum waktu hisab yang ketat”.

Read more »

SOLAT tetapi masih mempunyai sifat MAZMUMAH..Mengapa?

0 comments
Kita di perintahkan mengerjakan solat kerana untuk melahirkan berbagai bagai rasa kehambaan saperti rasa malu, takut, hina diri, gementar, dan bimbang.Kita adalah hamba, agar apabila lahir sifat kehambaan maka akan hilang sifat sifat mazmumah yang merosakkan hidup kita, saperti sombong, ujub, adu domba, mengumpat, memfitnah dan mengaibkan orang lain dan sebagainya.Bermakna solat yang khusyuk dan yang di hayati dapat membakar sifat sifat mazmumah yang menjadi racun sebenarnya.

Jika di dalam ibadah solat, kita tidak melahirkan sifat kehambaan atau di saat kita solat kita tidak merasai yang kita ini hamba tuhan, maka mustahil di luar solat kita dapat merasa yang diri kita ini hamba.Apabila sifat kehambaan tidak wujud dalam diri kita maka yang wujud adalah sifat mazmumah.

Penyakit jiwa ini lah yang menjadikan manusia sentiasa berkrisis.Orang politik dengan penyakit gila kuasanya. Suka bergaduh dan jatuh menjatuhkan.Yang berkuasa pula berpenyakit angkuh tidak boleh bertolak ansur serta bersifat menindas.Jiwa rakyat bercelaru dan kucar kacir dek di pergunakan oleh pemimpin pemimpin yang berpenyakit jiwa ini.Dan berbagai kecelaruan dan krisis manusia terpaksa hadapi oleh kerana hilang nya rasa kehambaan kepada Tuhan.

Justeru rosaklah masyarakat, hilang lah bahagia dan terseksa lah hidup.


Maka ibadah Solat yang di jiwai hingga timbul rasa kehambaan akan melahirkan hamba hamba Allah saperti berikiut:

Peribadi yang kuat keyakinannya
Peribadi yang kuat Imannya
Peribadi yang mempunyai akhlak yang tinggi
Peribadi yang berdisiplin
Peribadi yang bersih dari maksiat dan kemungkaran (kecuali sedikit)
Peribadi yang kuat syariatnya
Peribadi yang bersih jiwanya
Peribadi yang kurang sifat sifat mazmumahnya.

Hasil dari solat yang bermutu tinggi maka akan lahirlah masyarakat umat Islam yang mempunyai peribadi-peribadi saperti yang saya sebut tadi.Jadilah bangsa ini bangsa yang Agung dan Allah akan angkat darjat bangsa ini hingga bangsa lain tunduk kepada NYA
Sumber * Email Amri el Wahab

Sifat Mazmumah

Sifat Mazmumah ialah sifat-sifat yg tidak baik dan tercela, juga sifat yg patut kita jauhi.

Menurut Imam Ghazali antara sifat2 Mazmumah ialah seperti berikut:

1. Gemar Makan dan Minum:

Hadis Nabi saw maksudnya ” Yang terlebih Afdhal(utama) pada Allah swt ialah orang yg banyak berlapar dan banyak tafakur (berfikir sambil meneliti) Dan yang terlebih benci kepada Allah ialah orang yang banyak makan, banyak tidur dan banyak minum”.

2. Banyak berkata-kata(yg sia-sia):

telah menjadi lumrah manusia suka berkata2, berbual2 dan bersembang2 tetapi biarlah perkataan kita itu tidak sia2.

Firman Allah swt yang bermaksud:

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan2 mereka, melainkan bisikan2 daripada yang menyuruh (manusia) bersedekah, atau berbuat makruf, atau mendamaikan manusia”- Surah AnNisa :114

3. Marah:

Sifat marah berpunca dari kurang kesabaran dalam menghadapi sebarang keadaan. Orang yang demikianselalunya didorong oleh pengaruh Syaitan yang ingin merosakkan iman dan dirinya.

4. Hasad dengki, dan iri hat:

Sifat di atas lahir daripada rasa kurang senang dengan nikmat yang dikecapi orang lain lalu mengharapkan nikmat itu terhapus daripadanya.

Hadis Nabi saw yang bermaksud: ” Hasad itu memakan (memusnahkan) kebaikan , sebagaimana api memakan (membakar) kayu.”

5. Kasih kepada harta:

Tiada salah memiliki harta dan kemewahan hidup. Tetapi kemewahan yang membawa kepada sifat bakhil , tamak haloba dan juga membazir dibenci oleh Islam.

6. Takbur:

Banyak sebab yang boleh menyebabkan seseorang itu takbur atau sombong diri seperti nasab keturunan, kuasa pemerintahan, kekayaan, kelebihan ilmu, banyak pengikut dan banyak ibadat.

7. Riyak ;

Riyak pula ditakrifkan sebagai sifat untuk menarik pandangan orang dengan menampakkan pelbagai amalan yang baik dilakukan semata-mata menginginkan pujian, pangkat atau kedudukan.

8. Ujub;

Sifat ujub pula ialah berkait rapat dengan takbur dan riyak. Ujud beerti berasa hairan dengan keistimewaan dan kelebihan diri sendiri. Ini juga berkait rapat dengan kelebihan dari segi kecantikan , kepandaian, kekayaan dan lain-lain.

9. Kasih akan Dunia:

Hati yang sentiasa berpaut kepada kehidupandan kesenangan dunia akan menyebabkan seseorang itu takutkan mati. Hakikat sebenar kehidupan dunia ini telah digambarkan oleh Allah SWT dalam firmaNya:

Maksudnya: Ketahuilah sesungguhnya kehidupan dunia adalah permainan, senda gurau, perhiasan, bermegah-megah antara kamu dan berlumba-lumba dalam mengumpul harta kekayaan dan anak pinak.

Read more »

-Syukurku hanya kepada Mu ya ALLAh-

Thursday, January 27, 2011 0 comments


Assalamualaikum,alhamdulillah syukur kehardat illahi dengan nikmat yang diberi aku masih bernafas hingga ke hari ini.Bila dah lama cuti rasa kurang semangat untuk berkerja pulak.Aku dapat merasakan perbezaan bila di kg dan ditempat kerja,memang seronok bila disamping keluarga (ada ayah,mak,akak,abang,adik dan anak buah).Adakah aku bersyukur bila diberi kebahagian dan tidak bersyukur bila ditimpa musibah?mudah-mudahan aku dijauhkan dari sifat seperti itu.


  • Barangsiapa yang tidak bersyukur dengan yang sedikit,  nescaya tidak akan bersyukur kepada yang banyak;
  • Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia,  nescaya tidak akan bersyukur kepada Allah Taala.
Read more »