The Power Of Syahadah

Tuesday, April 12, 2011
                                              Dr Marwa Al-Sharbini dibunuh kerana bertudung


Sahabat Nabi yang bernama Habib, berani menghadapi siksaan berupa dipotongnya tubuh dia satu persatu oleh Musailamah. Selain itu, sahabat Nabi lainnya yang bernama Bilal bin Rabah, kuat bertahan menerima siksaan berupa ditindih oleh batu besar di tengah terik matahari yang menyengat. Dan sederetan sahabat lainnya. Mereka semua disiksa hanya kerana mengatakan bahawa Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah. Mereka mempertahankan syahadatain.

Mengapa mereka bersedia dan berani mempertahankan kalimat syahadah? Ini disebabkan kerana kalimat syahadah mengandungi makna yang sangat dalam bagi mereka. Dan mereka memahami erti syahadah yang sebenarnya.

Pada dasarnya, kalimat syahadah mengandung hal-hal seperti berikut:
1. Ikrar
2. Sumpah
3. Janji

Majoriti umat Islam pada saat ini hanya memahami syahadah terbatas pada ikrar saja. Mereka memahami syahadah hanya diucapkan ketika seseorang ingin masuk ke dalam agama Islam, atau hanya diucapkan ketika beribadah seperti sholat, adzan, dsb. Di luar sana, syahadah tidak ada kaitannya sama sekali dengan unsur kehidupan lainnya. Itu yang difahami oleh kebanyakan manusia saat ini.

Untuk itu mari kita lebih jauh memahami kalimat syahadah, dengan memahami kandungan yang ada di dalamnya.

Kandungan Kalimat Syahadah:


1. Ikrar (Al Iqraar) -
الاٍِْقْرَارُ

Ikrar (iqrar) iaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya. Ertinya, syahadah merupakan sebuah ikrar tentang Laa ilaaha illallah. Pernyataan kalimat ini adalah pernyataan yang sangat kuat, kerana didukung sendiri oleh Allah SWT, malaikat, dan orang-orang yang berilmu (yaitu para Nabi dan orang-orang yang beriman). Sebagaimana dalam firman Allah SWT berikut ini:

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Menegakkan Keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18).

Ketika kita mengucapkan kalimat syahadah, maka kita memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang kita ikrarkan itu.

Sebenarnya, setiap manusia sudah mengikrarkan diri bahwa Allah adalah sebagai Rabbnya ketika masih dalam alam kandungan. Bahkan Allah sendiri yang meminta kesaksian tersebut dari jiwa-jiwa manusia yang akan dilahirkan ke dunia. Ini dilakukan agar di hari kiamat nanti tidak ada manusia yang mengatakan bahawa dirinya belum pernah tahu akan halnya keesaan Allah. Ini yang dinamakan dengan ikrar tentang Rububiyatullah (Allah sebagai Rabb). Namun kebanyakan manusia lupa akan hal ini. Untuk itu Allah mengingatkan kita dalam ayat sebagai berikut:

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan (Rabb)mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (keesaan Tuhan)." (QS. Al A'raf: 172)

Selain pernyataan Laa ilaha illallah, pada kalimat syahadatain juga terdapat sebuah pernyataan, berkaitan dengan pengakuan kita terhadap Nabi Muhammad SAW yang merupakan utusan Allah (Muhammadur rasulullah). Nabi-nabi sebelum nabi Muhammad pun mengikrarkan diri mengakui kerasulan Muhammad SAW meskipun mereka hidup sebelum kedatangan Muhammad SAW. Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT sebagai berikut:

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: “Sesungguhnya, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui.” Allah berfirman: “Kalau begitu, saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” (QS. Ali ‘Imran: 81).


2. Sumpah (Al-Qasam) -
الْقَسَمُ

Selain bermakna ikrar, syahadah juga bermakna sumpah. Seseorang yang bersumpah, bererti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut. Ertinya, Seorang muslim itu siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam. Pelanggaran terhadap sumpah ini adalah kemunafikan, dan tempat orang munafik adalah neraka jahanam.

Orang munafik memiliki ciri khas, ada di antara mereka yang menyatakan syahadah dengan berlebihan, padahal mereka tidak lebih dari pendusta. Allah SWT berfirman:

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Munafiqun: 1-2)

Demikianlah orang-orang munafik. Seakan-akan beriman, tapi di sebalik itu mereka sebenarnya berpaling. Kerana saksinya berbahaya, Allah banyak menjelaskan mengenai golongan munafik ini, salah satunya dijelaskan panjang lebar pada Al Qur’an surat An Nisaa ayat 138-145.

Untuk mengetahui orang-orang yang melanggar sumpahnya (melanggar syahadah), boleh dilihat dari ciri-cirinya. Beberapa ciri mereka antara lain memberikan wala’ (kesetiaan) kepada orang-orang kafir, memperolok-olokan ayat-ayat Allah SWT, mencari kesempatan dalam kesempitan kaum muslimin, menunggu-nunggu kesalahan kaum muslimin, malas dalam shalat, dan tidak punya pendirian.

Setiap mukmin yang sumpahnya dipegang teguh, tidak akan memiliki sifat-sifat tersebut.


3. Janji (Al Miitsaaq) -
الْمِيْثَاقً

Syahadah juga bermakna janji (miitsaaq). Ertinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT, yang terkandung dalam kitabullah (Al Qur’an) mahupun Sunnah Rasul.

“Dan ingatlah kurnia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami ta'ati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu).” (QS. Al Maidah : 5)

Ketika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadah, ertinya dia telah berjanji. Dan janji ini harus diterima dengan sikap sam’na wa a tha’na (kami dengar dan kami taat). Janji ini harus didasari dengan iman yang sebenarnya, yaitu iman terhadap Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qadar baik maupun buruk. Allah SWT berfirman:

“Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya  dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeza-bezakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta'at." (Mereka berdo'a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al Baqarah: 285).

Janji harus ditepati, tidak boleh dilanggar. Pelanggaran terhadap janji ini akan memberi akibat di laknat Allah SWT. Allah SWT memberikan kita pelajaran dari kisah orang-orang Yahudi, di mana mereka merupakan kaum yang selalu melanggar perjanjian, sehingga mereka dilaknat oleh Allah SWT. Mereka adalah kebalikan dari kaum muslimin. Ketika kaum muslimin mengucapkan “kami dengar dan kami taati”, kaum Yahudi justeru mengatakan dengan lantang: “kami dengar tetapi tidak mentaati.” Hal ini Allah ingatkan dalam firman-Nya:

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" Mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi kerana kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (QS. Al Baqarah: 93).

Kaum Yahudi adalah kaum yang jahat. Perbuatan jahat yang mereka kerjakan antara lain ialah menyembah anak sapi (mensekutukan Allah), membunuh nabi-nabi dan melanggar janji.










Demikianlah kandungan dari kalimat syahadah, iaitu ikrar, sumpah, dan janji. Setiap orang yang sudah memahami dan mengamalkan syahadah dengar benar, maka bererti dia telah mengamalkan Islam dan beriman. Kerana iman merupakan dasar, dan merupakan hasil dari pemahaman syahadah yang betul.

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beriman. Amin.

0 comments:

Post a Comment